Akhirnya... sebagian besar dari kita sudah merasakan kelegaan. Sang anak sudah lega karena sudah dinyatakan naik kelas. Beberapa merasa lega karena akhirnya dia lulus dan dapat masuk ke sekolah/kampus yang ia inginkan. Orang tua juga merasakan kelegaan yang sama melihat putra-putrinya naik kelas, lulus sekolah dan masuk ke sekolah/kampus yang diinginkan.
Walaupun ada dari sebagian kita yang harus menitiskan air mata karena apa yang mereka inginkan belum terkabul. Ada yang harus menyesali ketidak lulusan dirinya atau anaknya. Ada yang bingung karena dinyatakan tidak lulus. Ada juga yang menangis sedih tidak bisa melanjutkan sekolah- biasa karena alasan biaya.
Berbahagialah dan bersyukurlah kalau keinginan kita sudah tercapai. Silahkan juga bersedih dan bersabar kalau ujian hidup itu menghampiri karena itu adalah sangat manusiawi. Yang terpenting adalah kita harus tetap ingat bahwa itu semua adalah salah satu episode dalam kehidupan kita. Bahagia sekarang mungkin kelak kita pun juga akan menghadapi ujian. Bersedih sekarang mungkin kelak kita akan berbahagia karena ada sesuatu hal yang dilimpahkan oleh Allah kepada kita.
Nah, yang menurut saya juga harus lebih kita khawatirkan adalah justru ujian dari Allah untuk jiwa-jiwa para remaja kita. Ujian akhir nasional/ujian semesteran kemarin adalah sekedar ujian untuk mengetes kemampua akal mereka. Itu pun ada beberapa hasil yang diperoleh mereka dengan mencontek. Aduh, bagaimana dengan mentalitas mereka. Nah, kalau kita khawatir dengan ketidaklulusan/ketidaknaikan mereka di sekolah sudah barang tentu kita harus lebih khawatir kalau mereka tidak naik/bahkan tidak lulus dalam ujian Ramadhan ini.
Ramadhan sejatinya juga adalah sebuah ujian. Di sana anak akan diuji kejujurannya. Mereka juga akan diuji kemampuan menahan nafsu. Bulan ramadhan juga akan menguji tingkat akhlak mereka. Bulan ini juga akan diadakan ujian untuk melihat tingkat kemunafikan mereka. Dan yang lebih dahsat lagi adalah ujian ini langsung dinilai oleh Allah SWT.
Pertanyaannya sekarang adalah, apakah orang tua akan sekhawatir ketika anak mereka menghadapi ujian di sekolah? Sungguh ironi kalau hal itu tidak terjadi. Sungguh sebuah kemalangan apabila orang tua hanya melihat keberhasilan anak hanya dari kemampuan akademis semata tanpa melihat aspek akhlak dan aspek ruhiyah si anak.
Kini, kita harus mulai serius untuk mengawal keberhasilan si anak dalam semua lini. Jangan hanya bangga mengawal keberhasilan otaknya saja. Namun kita juga harus serius mengawal keberhasilan emosinya dan spiritualnya. Marilah kita bangga ketika meskipun ia hanya mendapatkan nilai 8 tetapi hasil dari kerja keras dia sendiri yang dilakukan dengan kejujuran tinggi daripada nilai 10 yang didapat hasil dari mencontek temannya.
Kalau biasanya si anak hanya ditanya berapa nilaimu di sekolah? Dan kalau jawabannya 9 kita begitu bangga dan segera memberikannya hadiah, tetapi amat marah dan segera memanggil guru privat bila jawabannya adalah hanya 6. Nah, kini pertanyaan yang harus kita ajukan haruslah lebih luas lagi. Bagaimana proses belajarmu di sekolah? Apakah kamu sudah menolong orang di sekolah hari ini? Apakah kamu sudah berinfak hari ini? Apakah kamu jamaah sholat dhuhur dan ashar hari ini? Apakah kamu sudah berlaku jujur hari ini? Dan pertanyaan-pertanyaan lain yang lebih mengarah kepada keseluruhan aspek kecerdasan manusia yakni: kecerdasan intelektual, emosi dan spiritual.
Dan ada hal penting lain yang menurut saya harus kita komunikasikan kepada para remaja itu, yakinkan kepada mereka bahwa orangtuanya akan jauh lebih merasa bangga apabila tidak hanya nilai yang dikejarnya tetapi lebih dari itu kita akan merasa bangga apabila dia menjadi seorang muslim dan mukmin yang bertaqwa kepada Allah SWT. [ ]
No comments:
Post a Comment