Friday, November 19, 2010

Mengambil Hikmah di bulan Muharram

Mengambil Hikmah di bulan Muharram

Tiba-tiba saja, di pagi hari kita melihat di kalender sudah berbunyi bulan Desember (Masehi) dan Dzulhijjah (Hijriyah). Ini berarti  sebentar lagi kita akan memasuki tahun baru. Tahun baru Masehi juga tahun baru Hijriyah. Memang di Indonesia, meskipun berpenduduk Muslim terbesar di dunia tahun Hijriyah kurang populer bila dibandingkan dengan tahun Masehi. Berapa orang sih yang hafal nama bulan-bulan di tahun hijriyah? Amat sedikit.

Penggunaan tahun Masehi hampir menelisik ke seluruh aktifitas kehidupan di negeri ini. Mulai dari penulisan tanggal lahir, jadwal pernikahan, jadwal sekolah dan sebagainya. Namun, sebagai seorang muslim , kita dapat saja merenungi hal-hal yang terkait dengan tahun hijriyah ini. Beberapa hal yang bisa kita renungi dari pergantian tahun ini adalah:

1.    Mensyukuri umur yang telah dikaruniakan Allah kepada kita
Tak ada yang patut kita lakukan selain bersyukur atas karunia Allah. Lihatlah, hingga kini kita masih diberi kesempatan oleh-Nya untuk menghirup udara  bumi ini. namun, kita amat jarang mensyukuri nikmat Allah yang satu ini. umur yang terus berlalu tahun demi tahun kita anggap sesuatu yang biasa saja.

Betapa banyak orang yang kita kenal, pergi mendahului kita. Tahun lalu, kita masih bercengkrama dengan mereka. Dan kini mereka sudah terbaring kaku di kuburan. Mereka yang telah mendahului kita sudah harus mempertanggungjawabkan perilaku mereka selama hidup di dunia. Sementara kita, masih diberi kesempatan untuk bertobat, masih diberi kesempatan untuk memperbaiki amalan kita sebagai bekal kita kelak menghadap Allah, sang Maha Pencipta.

Dalam keseharian, kita seringkali menganggap bahwa kematian masih jauh bagi kita. Ada yang berdalih setidaknya umur kita akan berkisar 63 tahun, seperti usia Rasulullah. Bahkan meyakini akan hidup lebih lama dari itu karena tiap harinya selalu mengkonsumsi multivitamin dan suplemen kesehatan. Padahal, sungguh kita tidak pernah tahu kapan maut itu akan menjemput kita. Mungkin ketika kita berumur 100 tahun, 70 tahun, 60 tahun atau bisa jadi tahun ini adalah tahun terakhir bagi kita untuk menghirup udara dunia.

Nah, kalau begini mengapa kita masih enggan untuk mensyukuri nikmat umur ini. Mari kita syukuri dengan menambah kuantitas dan kualitas ibadah kita. Dan tentu saja mari kita hindari maksiat kepada Allah hingga semakin bertambah usia kita, maka semakin bertaqwa diri kita.

2.    Muhasabah (introspeksi) diri
Ini adalah sebuah keharusan bagi diri kita untuk rehat sebentar dan mencoba untuk bermuhasabah atas amalan-amalan shaleh kita. Pertanyaan-pertanyaan seperti: Apakah amal sholeh kita setahun kemarin jauh lebih banyak daripada maksiat yang telah kita lakukan? Apakah amalan-amalan sholeh kita sudah dilandasi dengan keikhlasan? Apakah amalan-amalan buruk kita sudah kita iringi dengan tangis taubat? Sudahkah hari-hari kita dihiasi dengan tilawah Al-qur’an? Sudahkah malam-malam kita diisi dengan kekhusyuan shalat tahajjud? Apakah hari-hariku dipenuhi semangat untuk mencari ilmu atau malah habis untuk memeloti sinetron? Dan pertanyaan lainnya.

Nah, pertanyaan-pertanyaan itu sebenarnya dapat kita lakukan setiap malam menjelang untuk mengevaluasi perilaku kita di hari itu. Dan tentu tidak ada salahnya di penghujung tahun ini, muhasabah ini bisa kita lakukan dengan lebih serius. Dengan demikian, pergantian tidak hanya akan menjadi ritual penggantian kalender di setiap sudut rumah kita apalagi tradisi mubadzir dengan meniup terompet kencang-kencang di malam pergantian malam diiringi konser musik.

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Hasyr:18)

3.    Mengenang hijrah Rasulullah
Sebenarnya dalam kitab Tarikh Ibnu Hisyam dinyatakan bahwa keberangkatan hijrah Rasulullah dari Mekah ke Madinah adalah pada akhir bulan Shafar, dan tiba di Madinah pada awal bulan Rabiul Awal. Jadi bukan pada tanggal 1 Muharram sebagaimana anggapan sebagian orang. Sedangkan penetapan Bulan Muharram sebagai awal bulan dalam kalender Hijriyah adalah hasil musyawarah pada zaman Khalifah Umar bin Khatthab ra. tatkala mencanangkan penanggalan Islam. Pada saat itu ada yang mengusulkan Rabiul Awal sebagai awal bulan ada pula yang mengusulkan bulan Ramadhan. Namun kesepakatan yang muncul saat itu adalah bulan Muharram, dengan pertimbangan pada bulan ini telah bulat keputusan Rasulullah saw untuk hijrah pasca peristiwa Bai’atul Aqabah, dimana terjadi bai’at 75 orang Madinah yang siap membela dan melindungi Rasulullah SAW, apabila beliau datang ke Madinah. Dengan adanya bai'at ini Rasulullah pun melakukan persiapan untuk hijrah, dan baru dapat terealisasi pada bulan Shafar, meski ancaman maut dari orang-orang Quraisy senantiasa mengintai beliau.

Peristiwa hijrah ini seyogyanya kita ambil sebagai sebuah pelajaran berharga dalam kehidupan kita. Betapapun berat menegakkan agama Allah, tetapi seorang muslim tidak layak untuk mengundurkan diri untuk berperan di dalamnya. Rasulullah SAW, akan keluar dari rumah sudah ditunggu orang-orang yang ingin membunuhnya. Begitu selesai melewati mereka, dan harus bersembunyi dahulu di sebuah goa,masih juga dikejar, namun mereka tidak berhasil dan beliau dapat meneruskan perjalanan. Namun pengejaran tetap dilakukan, tetapi Allah menyelamatkan beliau yang ditemani Abu Bakar hingga sampai di Madinah dengan selamat. Allah menolong hamba yang menolong agamaNya. Perjalanan dari Mekah ke Madinah yang melewati padang pasir nan tandus dan gersang beliau lakukan demi sebuah perjuangan yang menuntut sebuah pengorbanan. Namun dibalik kesulitan ada kemudahan. Begitu tiba di Madianah, dimulailah babak baru perjuangan Islam. Perjuangan demi perjuangan beliau lakukan. Menyampaikan wahyu Allah, mendidik manusia agar menjadi masyarakat yang beradab dan terkadang harus menghadapi musuh yang tidak ingin hadirnya agama baru. Tak jarang beliau turut serta ke medan perang untuk menyabung nyawa demi tegaknya agama Allah, hingga Islam tegak sebagai agama yang dianut oleh sebagian besar penduduk dunia saat itu. Lalu sudahkah kita berbuat untuk agama kita?

4.    Kalender hijriyah adalah kalender ibadah kita
Barangkali kita tidak memperhatikan bahwa ibadah yang kita lakukan seringkali berkait erat dengan penanggalan Hijriyah. Akan tetapi hari yang istimewa bagi kebanyakan dari kita bukan hari Jum’at, melainkan hari Minggu. Karena kalender yang kita pakai adalah Kalender Masehi. Dan sekedar mengingatkan, hari Minggu adalah hari ibadah orang-orang Nasrani. Sementara Rasulullah saw menyatakan bahwa hari jum’at adalah sayyidul ayyam (hari yang utama diantara hari yang lain).

Demikian pula penetapan hari raya kita, baik Idul Adha maupun Idul Fitri pun mengacu pada hitungan kalender Hijriyah. Wukuf di Arafah yang merupakan satu rukun dalam ibadah haji, waktunya pun berpijak pada kalender hijriah. Begitu pula awal Puasa Ramadhan, puasa ayyamul Bidh ( tanggal 13,14,15 tiap bulan) dan sebagainya mengacu pada Penanggalan Hijriah. Untuk itu seyogyanya bagi setiap muslim untuk menambah perhatiannya pada kalender Islam ini. [elha]

No comments:

Post a Comment